PALANGKA RAYA – Ketua Asosiasi Programmer Indonesia (Aprogsi) sekaligus Direktur Eksekutif Kaltengpedia, Ahmad Hady Surya turut menyoroti perihal adanya dugaan kecurangan yang terjadi dalam proses penyelenggaraan dan penghitungan suara pada kontestasi Pemilu 2024 di Kotawaringin Barat (Kobar) Kalimantan Tengah (Kalteng).
“Banyak jenis kerawanan Pemilu, antara lain pada tahapan penghitungan suara. Carut-marut penghitungan suara nyaris terjadi di setiap pelaksanaan Pemilu yang berujung pada sengketa antar-peserta Pemilu dan sengketa antara peserta dengan penyelenggara Pemilu,” kata Hady kepada Satukalteng, Jumat 23 Februari 2024.
Menurut Hady, masalah penghitungan suara pada Pemilu 2024 ini merupakan yang paling ugal-ugalan sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia. Apalagi sampai menular ke daerah lain, salah satu contohnya di Kabupaten Kobar yang diduga terjadi penggelembungan suara yang seharusnya suara caleg sedikit tiba-tiba menjadi banyak.
Hal ini kata Hady, merupakan kecerobohan pelaksana di TPS masing-masing yang seharusnya mekanismenya diperketat dengan ditulis nama di surat suara.
“Jenis dugaan pelanggaran berupa penggelembungan suara pada Pemilu 2024 ini terpublikasi secara terbuka dan menjadi tontonan di berbagai platform media sosial, televisi, surat kabar, dan media online sejak pemungutan suara 14 Februari sampai sekarang,” jelas Hady.
Hady juga menyebut, dugaan kecurangan pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara yang paling mencolok antara lain persoalan logistik kertas suara yang sudah tercoblos dan penggelembungan suara yang terjadi di beberapa TPS.
Penggelembungan suara ini mencuat karena dalam tabulasi yang tertera di Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) yang dibuat KPU terjadi ketidakcocokan antara data perolehan suara di lembar C hasil berbeda dengan yang ditampilkan di Sirekap.
“KPU sendiri mengakui adanya kesalahan ini. KPU mencatat terdapat kesalahan di 2.325 TPS. Dari total 823.236 TPS, sebanyak 358.775 TPS (43,58%) telah mengunggah hasil suara ke Sirekap,” ungkapnya.
Dikatakan Hady, KPU beralasan masalah ini terjadi disebabkan adanya kesalahan konversi data dari formulir C1 ke dalam aplikasi Sirekap. Celakanya lagi, masalah dugaan penggelembungan suara ini tidak hanya terjadi di Pilpres tetapi juga terjadi di Pemilu Legislatif. Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Kobar Kalimantan Tengah.
“Penggelembungan suara DPR RI di Kobar ini masalah serius, sehingga tidak cukup KPU hanya minta maaf. KPU juga tidak cukup hanya melakukan pemantauan tapi harus mengambil langkah tegas, profesional dan transparan demi menegakkan keadilan Pemilu,” jelasnya.
Meskipun KPU sudah melakukan monitoring dan menemukan kesalahan, namun tidak ada jaminan pelanggaran dalam penghitungan suara dapat dihentikan.
“Karena itu, untuk menyelesaikan carut-marut penghitungan suara ini, perlu dilakukan audit forensik, termasuk di dalamnya melakukan audit sistem IT KPU,” pungkasnya.