Harga Beras Naik, Ini Tanggapan Pengamat Ekonomi di Kalteng

Harga Beras Naik, Ini Tanggapan Pengamat Ekonomi Kalteng
Pengamat ekonomi di Kalteng Suherman (Ist)

PALANGKA RAYA – Harga kebutuhan pokok seperti beras di wilayah Indonesia maupun di Kalimantan Tengah beberapa pekan terakhir mengalami kenaikan yang signifikan.

Pengamat ekonomi sekaligus Peneliti Institute For Economic Research and Training (Interest) Suherman mengatakan penyebab kenaikan harga pangan khususnya beras di Indonesia, tentunya bisa diliat dari 2 sisi, baik internal maupun eksternal.

“Beberapa faktor internal itu misalnya fenomena perubahan iklim, infrastruktur pendukung pertanian kurang memadai , kualitas dan produktivitas pangan yang rendah serta gangguan pada rantai pasok (supply chain),” kata Suherman, di Palangka Raya, Senin 26 Februari 2024.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya (UPR) menjelaskan, sepanjang tahun 2023, fenomena perubahan iklim menyebabkan para petani tidak bisa memaksimalkan produksi pertanian. Faktor tersebut tidak bisa diabaikan.

“Belum lagi rantai distribusi pangan masih jadi masalah juga, kadang ada yang melakukan penimbunan sehingga menyebabkan kelangkaan,” jelasnya.

Selain itu, Beberapa faktor eksternal juga seperti konflik politik yang berlangsung di negara-negara produsen pangan menyebabkan terjadinya krisis energi global, dan juga perubahan nilai tukar yang fluktuatif.

“Diluar itu kita tidak bisa mengesampingkan juga faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku konsumen, seperti spekulasi, ketakutan, dan kepanikan,” ujarnya.

Suherman menyebut, dampak kenaikan harga pangan belum bisa dipastikan akibat dari Pemilu 2024. Namun yang pasti, kenaikan harga bisa terjadi karena meningkatnya permintaan dan pengeluaran masyarakat serta adanya potensi konflik dan ketidakstabilan politik pasca Pemilu 2024.

Selain itu, menjelang bulan Ramadhan turut berpengaruh terhadap kenaikan harga pangan. Hal itu lantaran, permintaan akan bahan pangan utama seperti beras, telur, daging, dan minyak goreng, akan mengalami peningkatan seiring dengan persiapan masyarakat menyambut bulan suci ramadhan.

“Hal itu tentunya bisa menyebabkan kelangkaan dan keterbatasan pasokan, sehingga harga menjadi naik. Tapi perlu dilakukan riset yang komprehensif untuk memastikan akar masalah dari kenaikan harga ini,” ungkapnya.

Suherman menyebut, efek kenaikan harga pangan yang meroket, dikhawatirkan bisa memicu panic buying terhadap masyarakat, terutama kalau disertai dengan informasi yang tidak benar, tidak transparan, atau menyesatkan.

Panic buying merupakan perilaku membeli barang dalam jumlah besar karena takut kehabisan atau tidak tersedia di masa depan. Menurut Suherman, Panic buying bisa berdampak negatif bagi ketersediaan dan stabilitas harga pangan karena bisa menimbulkan kelangkaan yang parah.

“Oleh karena itu alangkah baiknya panic buying sebaiknya dihindari dan jadi konsumen yang rasional dan bijak dalam menyikapi suatu fenomena perubahan harga seperti sekarang ini,” ungkapnya.

Suherman juga mengimbau produsen agar tidak melakukan penimbunan beras yang dapat membuat harga pangan semakin tinggi. Selain itu, peran pemerintah diperlukan agar potensi-potensi spekulasi yang terjadi di masyarakat bisa diatasi.

“Ini pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah adalah memastikan stok beras ini segera tersedia untuk memenuhi permintaan pasar. Pemenuhan ini bisa dilakukan dengan impor dari negara produsen beras atau mendorong kemampuan petani lokal dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas beras di tanah air,” pungkasnya.

Follow Satu Kalteng dan Imedia Nusantara 

(Jv)

Pos terkait