SATUKALTENG, Puruk Cahu – Banjir yang melanda Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, kian meluas dan kini telah merendam ribuan rumah serta melumpuhkan sebagian besar akses jalan di Kota Puruk Cahu. Tingginya curah hujan selama beberapa hari terakhir, ditambah dengan potensi dampak dari aktivitas tambang emas dan alih fungsi hutan, menjadi sorotan dalam musibah ini.
Petugas BPBD Murung Raya, Rofik, menyatakan bahwa beberapa jalan utama di Kota Puruk Cahu tak lagi bisa dilalui kendaraan akibat genangan air yang mencapai ketinggian hingga 50 centimeter. “Yang paling susah dilalui itu adalah Jalan Ahmad Yani dekat Jembatan Dirung Bajo, Jalan Ahmad Yani simpang tiga Jalan Pulo Basan, dan Jalan Jenderal Sudirman di depan Masjid Agung Al-Istiqlal,” ujarnya saat ditemui di lokasi banjir, Senin (23/10).
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa beberapa titik di Kota Puruk Cahu bahkan sudah tidak bisa dilewati oleh mobil maupun sepeda motor. Warga setempat terpaksa menggunakan perahu atau rakit yang terbuat dari batang pohon untuk menyeberangi jalanan yang terendam air. Beberapa kelompok warga bahkan memanfaatkan kondisi ini dengan menyediakan jasa penyeberangan motor menggunakan perahu.
Kepala Pelaksana BPBD Murung Raya, Fitrianul Fahriman, mengungkapkan bahwa banjir mulai terjadi sejak 18 Oktober dan terus meluas. “Saat ini, enam dari 10 kecamatan di kabupaten ini sudah terdampak banjir. Data sementara menunjukkan sebanyak 16.623 jiwa terdampak, dengan 4.625 rumah terendam,” katanya.
Enam kecamatan yang terdampak meliputi Puruk Cahu, Murung, Tanah Siang, Laung Tuhup, Sumber Barito, dan Seribu Riam. Tingginya curah hujan dan minimnya lahan penyerapan air diyakini menjadi penyebab utama, namun banyak pihak juga menyoroti kemungkinan keterkaitan antara banjir ini dan aktivitas tambang emas yang marak di Murung Raya.
Alih fungsi hutan untuk kegiatan tambang emas ditengarai sebagai salah satu faktor yang memperparah banjir di Murung Raya. Kegiatan tambang yang berlangsung tanpa pengelolaan lingkungan yang baik telah menyebabkan berkurangnya kapasitas lahan dalam menyerap air hujan, mengakibatkan peningkatan risiko banjir.
Murung Raya dikenal sebagai salah satu wilayah penghasil emas terbesar di Kalimantan Tengah. Namun, aktivitas tambang yang tidak terkontrol, termasuk tambang-tambang ilegal, menimbulkan kerusakan hutan dan lingkungan. Hutan yang semula berfungsi sebagai area resapan air kini telah berubah menjadi lahan tambang yang gundul dan rentan terhadap erosi serta longsor.
“Alih fungsi lahan ini jelas berdampak buruk. Dengan berkurangnya vegetasi hutan, air hujan tidak lagi terserap dengan baik ke dalam tanah dan malah mengalir deras ke sungai-sungai, yang kemudian meluap dan menyebabkan banjir seperti ini,” jelas seorang pemerhati lingkungan setempat.
Selain itu, limbah tambang juga memperburuk kualitas air sungai, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif terhadap ekosistem perairan dan kesehatan masyarakat sekitar.
Untuk menanggulangi banjir dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang, diperlukan langkah-langkah strategis dari pemerintah daerah dan provinsi. Pengendalian ketat terhadap aktivitas tambang, penegakan hukum terhadap tambang-tambang ilegal, serta rehabilitasi lahan hutan yang rusak menjadi prioritas utama.
Gubernur Kalimantan Tengah diharapkan segera turun tangan, memberikan bantuan khusus kepada masyarakat yang terdampak banjir, serta mendorong penanganan jangka panjang terkait kerusakan lingkungan di Murung Raya. Bantuan logistik, penempatan posko darurat, dan upaya penanganan lingkungan menjadi hal mendesak dalam menghadapi krisis ini.
Banjir yang semakin meluas ini menjadi pertanda serius tentang urgensi menjaga kelestarian hutan dan lingkungan di Murung Raya. Jika tidak segera diatasi, dampak buruk dari aktivitas tambang dan alih fungsi lahan akan terus menghantui masyarakat, menambah frekuensi dan skala bencana banjir di wilayah tersebut.