KPK SP3 Status Tersangka Supian Hadi, Alasannya: Tidak Cukup Bukti

Supian Hadi (FOTO : Istimewa).

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus dugaan korupsi mantan kader PDI Perjuangan (PDIP) yang sempat menjabat sebagai Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi.

“Satu lagi perkara atas nama tersangka SH sudah dikeluarkan penghentian penyidikannya oleh KPK berdasarkan keputusan pimpinan per bulan Juli dikarenakan untuk pembuktian kepada yang bersangkutan dianggap tidak cukup terkait perhitungan kerugian negaranya,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, di Jakarta, Selasa (13/8/2024) dilansir dari CNN.

Tessa menjelaskan keputusan SP3 tersebut berdasarkan gelar perkara atau ekspose atas petunjuk kerugian keuangan negara yang tidak memenuhi unsur.

“Jadi, ada salah satu unsur perhitungan kerugian negara yang dianggap tidak memenuhi menjadi bagian dari keuangan negara,” kata Tessa.

“Atas petunjuk tersebut dilakukan ekspose dan keputusannya adalah dilakukan penghentian penyidikan,” sambungnya.

Tessa menambahkan penghentian kasus tersebut tidak berkaitan dengan politik di mana Supian Hadi telah mendapat rekomendasi dari PAN untuk maju di Pilgub Kalimantan Tengah.

“Kami sampaikan tadi tidak cukup bukti terkait perhitungan kerugian negaranya. KPK tidak men-tersangka-kan orang atau menghentikan penyidikan berdasarkan kerangka politik,” ucap Tessa.

“Tidak karena yang bersangkutan elektabilitasnya tinggi,” lanjut dia.

Juru bicara berlatar belakang pensiunan Polri ini memastikan penghentian dimaksud bukan berarti kasus dugaan suap mengenai izin usaha pertambangan (IUP) Supian Hadi tak bisa diusut lagi.

KPK mengumumkan status tersangka Supian Hadi pada awal Februari 2019 silam. Ia diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi berkaitan dengan proses pemberian IUP kepada tiga perusahaan di Kabupaten Kotawaringin Timur selama periode 2010-2012.

Atas penerbitan IUP itu, KPK menduga Supian Hadi telah merugikan negara hingga Rp5,8 triliun dan US$711 ribu (setara Rp9,9 miliar dengan asumsi kurs Rp14 ribu).

Saat itu, KPK menggunakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Simak Berita lainnya dari Satu Kalteng di Google Berita

Pos terkait